Antara Globalisasi dan Kekristenan

“Bahasa Indonesia saya buruk sekali, jadi Cinta will be going to Australia to improve Bahasa Indonesia Cinta.” Semua bingung dengan perilaku Cinta Laura. Jelas tinggal dan bekerja di Indonesia tetapi berlagak kebule-bulean. Yang lebih membingungkan lagi keinginannya belajar bahasa Indonesia di Australia yang jelas-jelas negeri berbahasa Inggris.

Pencampuran bahasa dan migrasi budaya bagaikan bunyi gong pertanda ini zaman globalisasi. Semua orang dengan budaya hidupnya masing-masing diterima di belahan dunia manapun. Candu akan kebebasan dan foya-foya semakin dicintai siapapun. Tidak kalah dengan itu, kehausan akan damai dan ketenangan pun menjadi trend era millennium ini. Tema back to nature, meditasi, filsafat timur diusung kembali di masa sekarang seiring dengan tema extravaganza, glamour, dan sebagainya. Semua seakan harus menghargai setiap prinsip yang sedemikian berbeda-beda. Toleransi sepertinya menjadi kata kunci abad ini. Tidak ada yang salah, semua suka-suka tiap individu.

Sesegar udara yang kita hirup, demikian angin globalisasi membawa tiap warga negara menjadi warga dunia. Negara-negara bergabung membentuk kerjasamabaik mereka yang berada dalam satu kawasan maupun mereka yang memiliki kepentingan yang sama. Oleh sebab itu kita kenal adanya PBB (Persatuan Bangsa-bangsa), ASEAN (Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara), dan masih banyak lainnya. Semakin lama manusia semakin sadar perlunya kerjasama, keterbukaan, toleransi, dan bahkan kesatuan. Batas-batas antar kelompok manusia mulai diruntuhkan seperti keragaman nilai etika, fanatisme budaya, bahkan fanatisme agama. Demi cita-cita kesatuan untuk kemajuan bersama, semua bersedia dikompromikan.

Menoleh ke kitab suci kita, ternyata gerakan manusia untuk bersatu sudah beberapa kali terjadi di zaman dahulu. Di kitab Kejadian, ketika manusia beramai-ramai mendirikan satu menara, mereka begitu kompak dan sehati. Demikian pula di Keluaran, ketika manusia berinisiatif yang sama untuk membuat allah baru dalam rupa lembu emas, mereka tampak sangat harmonis karena berhasil mewujudkan keinginan yang sama walau tanpa komando dari pemimpin manapun. Sayangnya, dalam kedua peristiwa itu tercatat bahwa Allah murka. Satu penafsiran yang sangat gamblang dapat dilihat adalah murka Allah terjadi karena dalam kesehatiannya itu manusia tidak mempertuhankan Allah Israel. Tujuan dan visi mereka bukan menyatakan kemuliaan Allah.

Sekilas nampak bahwa globalisasi memiliki muatan nilai moral yang sejalan dengan kekristenan yaitu kerjasama dan kesatuan. Namun, motivasi dan tujuan dari persatuan itulah yang lebih penting. Apakah penjalinan hubungan satu sama lain ini untuk kemajuan kesejahteraan bersama? Bila ya, apakah kemajuan kesejahteraan mampu menyatakan kemuliaan Allah secara lebih terang? Atau sebaliknya, kemakmuran malah dapat membuat manusia mengakui ke-aku-annya dan melupakan keberadaan Allah?

Ternyata, tidaklah terlalu penting antara harmonis atau tidaknya warga dunia, antara makmur atau tidaknya masyarakat. Tetapi yang lebih esensi adalah adakah nama Allah ditinggikan dari setiap upaya yang manusia kerjakan di muka bumi ini? Cara yang mulia yang digunakan menjadi tidak berarti manakala maksud dari cara itu adalah salah. Penghapusan tembok-tembok perbedaan dan penyatuan komunitas global memang dapat dianggap ide cemerlang. Namun maksud dibalik semua usaha itu lah yang merupakan tanda tanya orang kristen abad ini. Adakah kaitan antara fenomena dunia ini dengan pengagungan Allah? Dengan pola pikir dunia masa kini, trend globalisasi menjadi sekedar demi kesuksesan bangsa-bangsa. Globalisasi menjadi sekedar kedamaian semu antara kelompok kepercayaan berbeda. Teguhnya keyakinan kepada Allah semesta alam hanya dianggap fanatisme yang dihindari dan dijadikan tabu. Dengan demikian, apa sumbangsih orang kristen di era ini? Pemikiran yang kritis perlu dilanjutkan tentang ada tidaknya makna alkitabiah dari globalisasi ini. Lantas, dukungan terhadap setiap nilai “toleransi”, “networking”, dan sebagainya tidak serta merta langsung kita ikuti.  

Comments

  1. tulisan ini membuktikan Pratiwi semakin mature dalam tulisan2nya... recommended for enthusiastic readers!

    Henry Tanuwidjaja

    ReplyDelete
  2. Weh wi, gua baru tau loh lo jg punya blog, ha3. Asik2, gua mo coba ngelink ke blog elo ya..

    Cuit2.. Tulisan ini berbuahkan 1 MP3 neh. Hi3.

    Btw, I vote for u loh, dan karena itu si Fen2 protes berat, ha3.

    ReplyDelete

Post a Comment